Bisik lelah menyentuh perlahan kulit kaki
hingga terasa pada setiap bola partikel darah.
Sakit, kesal, menyesakkan.
Mata ingin menangis, tubuh bermimpi berhenti
sejenak dari segala langkah perjuangan.
Tapi setiap kali aku berharap itu, bola mata coklat tua
selalu menyapaku, dengan senyum yang membuatku
pantang berhenti
berjuang.
Itu bola mata ibuku, yang selalu senada sehangat
senyumnya. Terasa tak pantas jika aku berhenti
sedangkan perjuangan ibu lebih berat dariku.
Di balik kelambu malam, sayup-sayup kudengar bisikan ibu
pada Tuhan, ia menyebut namaku dalam doa baik.
Aku semakin kuat dipijakan, tak peduli berapa tantangan
jadi rintangan, melangkah akan jadi kepastian
dan perjuangan akan tetap dilanjutkan.
Bukan demi ibu, tapi karena aku sayang ibu.
Komentar
Posting Komentar